Postingan

I love you, but...

  If 2017 is a person, what do you wanna say to her/him? Waktu berjalan cepat sekali. Rasanya baru kemarin Jokowi jadi gubernur Jakarta, sekarang malah sudah ramai cari pasangan untuk pilpres periode ke dua. Rasanya baru kemarin Anis Baswedan sangat dikagumi karena program Indonesia Mengajar, sekarang malah dikata-katai karena Jakarta banjir.    Ada quotes dari William Shakespear yang bilang begini: Time is very slow for those who wait Very fast for those who are scared, Very long for those who lament, Very short for those who celebrate. But for those who love, time is eternal.

The Art of Possibility

Sudah hampir selusin draft tersusun rapi di kotak simpanan tulisanku, draft yang tak pernah bisa kulanjutkan karena telah tertutup dengan cerita-cerita baru yang kutemui seiring hari berlanjut. Aku bukan pengagum cerita fiksi, jadi aku tak bisa membual dan mengarang cerita yang bukan hidupku. Aku bukan pula penikmat cerita roman yang terbuai dengan keajaiban cinta dan lupa akan panasnya matahari atau dinginnya salju. Aku hanyalah seorang perempuan yang tertegun-tegun pada cerita keseharian yang menyajikan cerita tentang angin yang berhembus, matahari bersinar, bunga bermekaran, daun berguguran, tanah berkerak, dan bulan menunggu gilirannya menampilkan diri. Tapi, untuk menceritakan keseharian, siapa pun dia, membutuhkan hidup bebas tanpa terkungkung rutinitas. Lihat saja penulis-penulis hebat itu, mereka menguasai waktu dan hidup mereka sepenuhnya. Mereka menunggu kapan angin menghempas tangan mereka dan mengajak mereka menjentik-jentikkan jari di atas papan kotak beraliran listrik. Me

Kekacauan Indah

Dunia berputar... atau sudut pandang kita yang berubah... Dan kisahku terus berlanjut... terajut satu demi satu... Kisahku bermula dari duniaku yang berubah. Kisahku berawal dari kisahku yang berakhir. Kisah yang kumulai dengan meluaskan zona nyaman. Ya, keluar dari zona nyaman berarti melebarkan zona nyaman dengan menantang segala resiko dan melangkahi rasa takut pada keentahan. Aku memulainya di sini... di kota istimewa. Aku pernah menulis, aku sangat menyukai kejutan. Hidupku yang kacau tanpa rencana penuh dengan hal-hal tak terduga. Sebuah slogan iklan menyebutnya "kekacauan indah". Dan aku menyukainya...    (bersambung)

(Hanya) Sebuah Cerita

Ada sebuah cerita... tentang senja, hujan, dan pelangi... tentang cinta dan perjalanannya... "Sebuah senja yang sempurna dibentangkan di langit. Senja itu kupesan khusus untuk perempuan yang sudah setahun tidak kutemui, perempuan yang telah bertahun-tahun lamanya mencintaiku. Senja itu persis seperti yang disukai perempuan itu, dengan langit berawan tebal yang tersayat-sayat, menyemburkan dari balik lukanya, warna getir yang melebihi geloranya cinta. Senja yang dilengkapi kepingan matahari merah berbentuk hati yang tepiannya bergerigi, tidak megah dan pongah. Hanya matahari kebanyakan yang membiarkan langit memilih mengenakan selimut kelabunya dan tak memaksa menyeruakkan warna-warna ke atasnya. Senja itu adalah kami. Aku sang langit, dia matahari. Begitu perempuan itu pernah berkata dulu. Bersama senja itu aku memesan meja untuk berdua, ditemani sepotong laut dan suara ombak yang bagi perempuan itu teramat melankolis, bentangan pasir putih dengan dua pasang jejak kaki di atas

Catatan di kala senja

Gambar
Sore adalah waktu terbaik untuk melihatmu.. Berpadu dengan senja di kaki langit, kau seperti pohon yang melengkapinya dengan keteguhan yang meneduhkan... Tubuh rentamu menyimpan sejuta ketegaran yang menyeruak bersama bau tubuh tuamu... Tatapan matamu seperti kitab yang memancarkan hikmat. Sebenarnya, tak banyak momen yang aku dan kau ciptakan... Kalaupun ada, kala itu memoriku belum cukup sempurna mengukirnya. Tapi gambar-gambar di buku usang nan berdebu membingkai indah kasih sayangmu pada keturunan keduamu. Kebahagiaan sempurna tersirat dalam senyummu saat menggendong bayi merah yang belum sanggup membuka matanya. Disampingmu, sedang tertidur seorang wanita yang garis wajah penuh cintanya sama persis denganmu. Tergambar di sana, dengan kulitmu yang kian menebal diterpa cobaan dan tantangan, kau memeluk aku... Dan mulutmu seperti sedang menggumamkan sesuatu.. Kata ibu, kau sedang bersenandung.. mengirimkan harapan-harapan. Kala itu, aku belum mengenalmu... Tapi dalam

Percakapan bersama sahabat

Gambar
Hari ketiga di bulan ke delapan tahun dua ribu sebelas. Seharian ini aku berusaha merayu tubuhku untuk mengikuti kata hatiku. menyelesaikan tugas-tugas yang jika tidak selesai akan membunuhku perlahan-lahan. Lebih lagi, salah satu di antara sekian banyak tugas itu ada yang benar-benar sudah mematikan rasa bersalahku. Hanya memancing gerutuan dan makian. Hari pun bergulir dan tiba saatnya berbuka puasa. Adzan di sekitar tempat tinggalku menjadi alarm untuk segera bersiap menuju ke tempatku bergumul dan berjuang. Sesampaiku di sana, aku bertemu seorang teman. Kami berbicara seputar selebrasi. Selebrasi yang berkaitan dengan apresiasi. Dalam bingkai apresiasi, aku sependapat dengannya, bahwa selebrasi perlu. Tetapi, perbedaan pandang kami meruncing ketika dia berkata bahwa tanpa selebrasi yang berisi apresiasi, kinerja seseorang akan menurun dan lama-lama bisa padam. Dengan nada mengancam. Demi sesuatu yang entah apa namanya --yang jelas bukan demi hatiku-- aku membi

Catatan harian setelah sekian lama

Malam ini, seperti biasa, langit malam memamerkan kelegaman hitamnya, yang sedikit tersamar oleh asap cemar. Hari ini hari Senin. Hari yang kutetapkan sebagai hari untuk berlabuh. Hari di mana aku berhenti sejenak dari kegiatan menggapai angan dan cita-cita. Hari yang bisa aku habiskan dengan melakukan hal-hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan tujuan dan makna hidup. Oleh karena itu, aku bersama sahabatku mengisi hari dengan memanjakan diri di 'rumah cantik' dilayani dengan paket lengkap dari ujung kaki sampai ujung rambut. Benar-benar tidak ada hubungannya dengan keberlangsungan hidup, tapi aku senang. Ya, karena memang itu tujuannya: untuk memberi kesenangan sesaat. Anggaplah sebagai fatamorgana di tengah perziarahan panjang di gurun kehidupan ini. hahaha... Sesampai di tempat aku meletakkan kepala, kertas-kertas yang kelihatan tak berharga tapi sebenarnya berharga memanggil-manggilku. Mereka sepertinya lupa hari ini hari Senin.  Langsung saja aku

Catatan iseng

Dewasa ini, sudah sulit rasanya mendefinisikan istilah "dunia maya". Dulu, istilah dunia maya sering saya pakai untuk menyebut sebuah wadah di mana tidak ada yang bisa dipercaya di sana. Memang, definisi seperti itu dipersempit hanya para jejaring pertemanan melalui chat room yang kerap dipakai untuk mencari jodoh oleh sebagian orang. Namun, seiring berjalan waktu, batas antara dunia maya dan dunia real semakin tipis. Untuk sebagian orang, dunia maya lebih 'real' daripada kehidupan sehari-harinya yang dijalani sebatas formalitas. Tapi, ada juga yang tetap memilih menjadikan dunia maya sebagai persembunyian dari yang nyata. Apalagi sejak mewabahnya jejaring sosial mulai dari friendster, facebook, twitter, path, instagram, line, dan lain-lain (peradaban dunia socmed saya berhenti di twitter), tidak bisa lagi saya bilang itu dunia maya. Semua terbuka. Semua terpampang. Tanpa batasan. Tanpa aturan. Semua orang membangun dunianya masing-masing melalui soc

Perteduhanku

Gambar
S udah sebulan (lebih beberapa hari) aku di Yogyakarta, kota yang bagiku dulu hanya ada dalam cerita orang dan dongeng sejarah di dalam buku saja. Sebelum kesempatan ini, dalam perjalanan  hidupku yang terencana maupun yang tidak terencana, tidak pernah sekalipun mendapat kesempatan menginjakkan kaki di Jogja (penyebutan Y pada aksen Jawa Tengah menjadi seperti J?). Namun, aku juga tak terlalu mendambakannya (perbandingannya dengan Bali). Jogja dan semua cerita keistimewaannya tidak lantas membuatnya menjadi kota tujuanku untuk berlibur. Seakan selalu ada pertanyaan, "apa sih istimewanya?". Sekarang, jangan tanya kenapa aku akhirnya sudah sebulan ada di Jogja. Tahapan hidup yang tidak pernah ku rancang akhirnya menuntun aku sampai di sini, di kota yang penuh pohon tua.  

Luka

Gambar
Bertandang ke pekaranganmu... melihat rumput meninggi kian liar,  menjilati tanah dan pagar,  menjadi belukar... Di sana, di sudut tak tertembus sapuan sinar,  kau berlari dari hingar...   Tapi tak bisa kau ingkar,  mengingatnya ragamu bergetar...                                                                                                   7 Februari 2013   gambar: http://www.dinomarket.com/ads/1064931/DI-JUAL-RERPO-LUKISAN-REMBRANDT/ 7 Februari 2013