I love you, but...
If 2017 is a person, what do you wanna say to
her/him?
Waktu berjalan cepat sekali. Rasanya
baru kemarin Jokowi jadi gubernur Jakarta, sekarang malah sudah ramai cari
pasangan untuk pilpres periode ke dua. Rasanya baru kemarin Anis Baswedan
sangat dikagumi karena program Indonesia Mengajar, sekarang malah dikata-katai
karena Jakarta banjir.
Ada quotes dari William Shakespear yang bilang begini:
Time is very slow for those
who wait
Very fast for those who
are scared,
Very long for those who
lament,
Very short for those
who celebrate.
But for those who love,
time is eternal.
Waktu bisa berbeda wujud di hadapan
kita. Tapi di hadapan waktu, kita semua sama saja. Entah sedang menunggu jodoh,
ketakutan karena tagihan kredit, berduka atas kehilangan kekasih, atau berpesta
karena naik pangkat, kita semua akan dilindas karena kita ada di lintasan roda
waktu yang terus bergulir. Dan waktu tidak bisa memilih siapa yang akan
dilindasnya. Bahkan untuk yang sedang jatuh cinta. Semua yang ada di
lintasannya akan dilindas. Semua akan menjadi bekas, sisa-sisa yang sudah tidak
sama lagi bentuknya seperti semula. Semua punya label “pernah”, yang artinya
sudah berlalu (walaupun ingin selalu?). Lalu bagaimana kita harusnya berlaku di
hadapan waktu?
Just
keep moving. Seperti seorang yang sedang menggendarai
sepeda roda dua, ia harus tetap bergerak agar bisa seimbang dan tidak terjatuh.
Tapi masakan tidak boleh berhenti barang sejenak ketika lelah? Saya pun ingin
sekali bertanya pertanyaan yang sama kepada Marthin Luther King Jr. ketika
membaca tulisannya:
If you can’t fly, run.
If you can’t run, walk.
If you can’t walk, crawl.
But by all means, keep moving.
Lalu saya sampai pada kesimpulan
sendiri, tidak apa-apa jika ingin beristirahat. Tapi waktu terus bergerak maju,
tidak peduli kita siap atau tidak menerima pergerakannya. Selelah apapun kita
berlari di lintasan ini, waktu akan tetap bergulir. Waktu terus bergerak maju.
Daun tua akan layu, mati, dan gugur, dan tunas yang baru sudah bergerak keluar
siap bertemu sang surya. Dan kita mau hanya diam saja menghitung setiap lembar
daun yang jatuh? Mau sebanyak apa kita mengoleksi daun mati karena ingin selalu
bersandar di bawah pohon rindang yang nyaman dan teduh? Dalam kasus seperti ini,
yang membuat kita lupa bahwa waktu terus bergulir ternyata bukan keasyikan,
tetapi kenyamanan. Nyaman karena terbiasa. Nyaman karena bisa. Sayangnya,
konsekuensi dari “keep moving” adalah mencoba. Mencoba belum tentu berhasil.
Tidak berhasil berarti gagal. Wait. No. Gagal adalah hasil. Gagal bukan berarti
‘ti-dak ber-hasil’. Gagal, suka tidak suka, adalal hasil dari mencoba. Kita
akan memperoleh hasilnya jika kita mencoba, mencoba untuk terus maju.
But,
If you really really tired, don’t quit. Take a rest. Perjalanan ini memang melelahkan.
Bertambah berat ketika tak ada kemajuan berarti. Seperti seseorang yang setiap
hari berusaha mendorong batu besar di depan rumahnya untuk dipindahkan, tapi
tak beranjak sedikit pun. Sudah habis kesabarannya untuk melihat pergerakan di
batu itu. Ia merutuk. Tanpa ia sadari perubahan terjadi pada dirinya, pada
lengannya, pada kakinya, pada tubuhnya. Ia semakin kuat.
Lihat sudah berapa jauh kita melangkah.
Lihat sudah berapa banyak jejak yang kita tinggalkan. Lihat sudah seperti apa
kita sekarang. Lihat. Tidak ada yang sia-sia. Tidak ada yang berlalu tanpa
menyisakan sesuatu. Bahkan setiap gurat kerutan di wajah kita berasal dari cerita
yang tidak mungkin tak berarti. Pasti ada kisah sedih di sana. Mungkin lebih
banyak daripada kisah bahagia. Tapi itulah peta kita yang akan memberi petunjuk
harus ke mana dan bagaimana kita.
2017 hampir berlalu. Tidak ada perubahan
berarti? Just keep moving. It’s not an
ending. It’s just the point in the story where you turn the page. Tetaplah
bergerak maju sampai Sang Penentu Batas menulis THE END untuk kisahmu.
You are wonderful... i want to stay with you longer.
But i have to keep moving. I promise, i would never forget you and all you gave
to me, my sweet seventeen.
Komentar