Melepas genggaman

Agustus adalah bulan cinta untukku...
Bulan ini orang-orang yang kukasihi berulang tahun...
Mama papaku yang hanya berselang satu hari dengan usia terpaut satu tahun...
Juga kekasihku, seseorang yang sudah empat tahun aku jatuh dan bangun cinta dengannya...
Bahkan di bulan yang sama, di saat orang-orang sedang mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perang untuk memperjuangkan kemerdekaan, kami sebagai sepasang kekasih akan mengenang kembali masa-masa kami jatuh cinta... masa indah yang penuh dengan romantisme.. yang memberi kekuatan di kala badai keraguan kian mengamuk.

Sejak aku mengenalnya hingga saat ini, kadang masih tidak percaya rasanya aku bisa jatuh cinta padanya. 
Aku dan dia sahabat karib yang sama sekali tidak saling mengenal dengan konsep 'baik'. Kami sama-sama orang kolerik yang tidak pernah mau kalah, dan selalu kebagian peran antagonis karena terlalu dominan. Itulah yang menyebabkan kami pernah terlibat permusuhan sampai setahun tak saling tegur sapa. Namun keadaan berbalik 180 derajat ketika kami sama-sama dalam keadaan terpuruk. Ketika kami sadar tidak semua bisa kami genggam dengan tangan kecil kami, tidak semua bisa kami atur sesuai keinginan kami, tidak semua berjalan sesuai impian kami... Saat itulah kami sadar kami rentan. Tapi, kami bertemu dalam momen di mana kami sadar bahwa bukan hanya diri sendiri yang menderita di dunia ini... Ada yang lebih menderita dari kami... dan cara kami menyembuhkan diri kami masing-masing adalah dengan cara kami saling menguatkan. Kami bangkit dari masalah kami masing-masing dengan mencoba menolong satu sama lain. Masa yang sulit dan bukan tanpa cibiran. Masa di mana semua orang memandang kami hanya sedang mencari 'pelarian' dari masalah sebenarnya. Kami tak mencoba menepisnya. Kalaupun benar kami sedang lari dari masalah, setidaknya sampai saat ini aku tak menyesal karena pelarianku tak salah.


Menjelang pengenangan empat tahun kami bersama, aku didera rasa ragu yang kian menyeruak di dada dan tak bisa dicegah oleh lidahku untuk menyembur melalui mulut kecil ini. Rasa ragu tumbuh layaknya ilalang di antara gandum, tersemai bersama keyakinan akan makin besarnya rasa cintaku padanya. Rasa ragu, akankah aku mengakhiri perjalanan pencarian ini dengannya? Akankah hari esok seindah hari ini seperti waktu sedang bersamanya? Benarkah dia sudah menetapkan hatinya untuk menghabiskan semilyar malam bersamaku kelak? Rasa ragu ini makin tahun makin membesar karena sepertinya sudah cukup jauh kami melangkah, tapi jangankan garis finish, dua langkah ke depan pun terlihat sangat kabur. Sungguh, aku tak memikirkan garis finish, karena aku pun belum siap memikirkannya. Tapi, hey.. hanya akukah yang meminta diyakinkan ketika berhadapan dengan ketidakpastian hari esok?

Tahun pertama tentulah aku belum memikirkan akan kemana hubungan kami. Tahun kedua, masih saja menikmati masa-masa tanpa ditarik dan menarik sesuatu. 'Hidup untuk hari ini' adalah motto kami. Tahun ke tiga, tahun kami menyelesaikan studi strata satu, mau tak mau hati ini sudah mulai mengambil kuda-kuda, ke mana lagi aku akan melangkah setelah selesai kuliah untuk membuatku merasa berarti di dunia ini. Tahun yang penuh idealisme dan cita-cita setinggi langit ketujuh. Tahun ketiga kami jalani dengan memisahkan antara 'kami', 'aku' dan 'dia'. Tiga mimpi berada dalam sebuah cerita cinta yang hanya diikat rasa memiliki. Tiga 'kepentingan' berebutan mencari posisi teratas dalam tangga prioritas. Tiga pribadi yang sebenarnya saling tak rela melepaskan tapi juga tak mau mengikat. Pertarungan sudah jelas: 'kami' vs 'aku/dia'. Ragu akan akhir dari pertarungan ini, membuatku harus mencari jalan menemukan keyakinan.

Aku mengira cukuplah segala pengetahuanku tentang feminisme, kodrat perempuan sebagai manusia seutuhnya, kebebasan manusia, serta sedikit sok tau tentang psikologi seorang koleris, untuk meredam bisikan untaian nada dari lagu "mau dibawa ke mana hubungan ini?"nya Marchel. Tapi ternyata, jawaban atas semua ketidakpastian ini tidak bisa kutemukan dari buku-buku psikologi tentang relasi, ataupun dari novel yang sedang hits saat ini (besok filmnya akan keluar, wajib nonton) dan novel-novel lainnya tentang pencariaj jawaban. Tidak juga dari quotes-quotes indah yang merumuskan relasi perempuan laki-laki dengan sangat gamblang. Hampir putus asa setelah berkelana dengan pikiranku sendiri, akhirnya, jawaban itu aku temukan ketika dia yang menanyakan padaku... "aku pikir kita tidak akan pernah berpisah...?"

Ketidakbergantungan perempuan pada laki-laki, kebebasan perempuan sebagai manusia untuk menjadi apa saja, keinginan perempuan untuk tidak terjebak pada kodrat-kodrat buatan manusia, tidak bisa tidak dikaitkan dengan siapa ia berbagi hidup (dalam hal ini kasusku). Untukku, dia adalah 'the right person in the right time'. How lucky i'm! Aku belajar tentang ketidakbergantungan darinya. Aku belajar tentang berjuang darinya. Aku belajar tentang kebebasan darinya. Aku tidak dijebak oleh kodrat-kodrat buatan olehnya. Aku bisa bermimpi karena imajinasinya. Aku tahu tentang cinta karena dia. Aku mencintai diriku karena ia meyakinkanku bahwa aku pantas dicintai. Aku merasa benar-benar bebas dari segala kemunafikan hanya didepannya. Lalu, apa mungkin memimpikan masa depan tanpa meletakkannya sebagai penyempurna mimpi? Apa mungkin meninggalkannya di belakang untuk berlari kencang setelah ia kehabisan tenaga mengajarkanku tekhnik berlari? Apa pantas aku menyeret-nyeretnya mengikuti lompatan-lompatan bahagiaku karena telah menemukan mimpiku? Aku bertumbuh bersamanya. 

Aku sempat bertanya pada diriku setelah aku memutuskan untuk melepasnya dari 'genggamanku', "lalu apa yang akan kau lakukan setelah kau meraih semua mimpi-mimpimu?", hatiku menjawab "mencarinya dan menceritakan semua yang kualami." Dan sadarlah aku betapa bodohnya aku ini. Mengapa harus menceritakan kembali jika ia siap disampingku untuk membangun dan menulis bersama cerita itu?" Akhirnya, keyakinan itu kuperoleh... keyakinan sederhana yang tidak menyelesaikan masalah ketidakpastian, tapi menumbuhkan kesatuhatian... 
Tidak ada lagi persoalan siapa yang menggiring.. Yang kami tahu, kami beriringan... 

Aku tetap bisa berlari, aku bebas menjadi... Hingga saatnya tiba, aku tahu ke mana aku akan kembali... Tertambat sudah keyakinan ini...  




17 Agustus 2008 - 17 Agustus 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persinggahan yang berkelanjutan

I love you, but...

Tanah dan Hujan di saat Kemarau