Catatan yang tersimpan

Aku tak tahu harus mulai dari mana. Jari-jariku kaku. Bukan karena tidak ada yang pantas diceritakan. Tapi justru terlalu banyak yang ingin kutumpahkan. Namun, selalu saja jika topik ini yang kupilih, aku tak tahu bagaimana harus menuliskannya. Mungkinkah dari jutaan kata itu tidak ada yang bisa mewakili apa yang aku rasakan? Mungkinkah semua moment yang tercipta bersamamu adalah benar-benar pengalaman estetis yang meninggalkan kenangan tanpa jejak yang tak bisa diulang? peristiwa yang sama diulang pun, tidak akan menghasilkan kenangan yang sama indahnya. Tapi bukan berarti keindahan hari ini berkurang karena kenangan indah hari kemarin. Begitu juga hari esok. Ketakutanku akan ketidak-tahuan hari esok tidak lantas mengurangi rasa syukurku hari ini. Hari ini estetis. Terlihat sama seperti hari-hari lain, tapi sebenarnya menyimpan kenangannya sendiri di kemudian hari.


Namun, izinkanlah aku meninggalkan jejak setitik hari ini. Perjalananmu di dunia hampir seperempat abad. Aku mengenalmu seperempat dari hampir seperempat abad hidupmu. Bagiku, kau tidak spesial, tidak istimewa, tidak luar biasa. Kau layaknya manusia yang punya banyak kekurangan. Kau hanya manusia biasa yang memang ingin hidup biasa-biasa saja. Kau, walaupun jatuh berkali-kali, tapi tetap gigih berjuang menemukan makna hidup. Kau tidak seperti lelaki pada umumnya yang pandai berpuisi atau memanjakan telinga kekasihmu dengan kata-kata indah. Kau bukan lelaki pada umumnya yang mengejar kesuksesan dan tahap-tahap hidup yang kaku. Kau tidak bisa berbasa-basi. Kau selalu memilih membungkus yang mudah menjadi rumit, sampai-sampai banyak yang tidak sependapat denganmu karena tidak memahami maksudmu. Aku pun sering kau buat bingung mencari tahu apa sebenarnya yang pantas untuk diperjuangkan. Kau berbeda. Kau tidak takut hidup berbeda. Kau bukan extra-ordinary. Kau 'hanya' original.  

Kau pendengar setia bagiku dan bagi sahabat-sahabatmu yang lain. Kau selalu membuat ku tertawa dan tidak jarang menertawakan kebodohanku. Kau yang mengijinkanku bahkan selalu mendorong diriku mencintai dan menjadi diriku sendiri. Kau yang tidak malu terlihat lemah di sampingku, dengan selalu membiarkan aku yang menggandeng tanganmu ketika menyeberang. Kau yang selalu memimpikan hal yang tidak menjadi pilihan mimpi orang pada umumnya. Kau yang mengajarkanku untuk mencintai keluarga lebih dari pada apapun dan tidak membiarkan apapun atau siapapun menggoyahkannya. Kau tidak sempurna. Kau bukan malaikat. Kau adalah satu paket karya ke-Mahakuasa-an Allah. Kekurangan dan kelebihanmu menjadi penyempurna kasih Allah. Dan dirimu dalam segala keberadaanmu merupakan salah satu wujud kasih karunia Allah bagi keluargamu, sahabat-sahabatmu, anak didikmu, semua yang pernah mengenalmu, termasuk aku.

tukang ngupil

Aku hanyalah salah satu orang yang memutuskan bahwa aku bahagia mengenal kehadiranmu di dunia, sampai hari ini.  


Untukmu, 'dua batu bata'.

Jakarta, 8 Agustus 2011. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persinggahan yang berkelanjutan

I love you, but...

Tanah dan Hujan di saat Kemarau