Catatan di kala senja


Sore adalah waktu terbaik untuk melihatmu..
Berpadu dengan senja di kaki langit, kau seperti pohon yang melengkapinya dengan keteguhan yang meneduhkan...
Tubuh rentamu menyimpan sejuta ketegaran yang menyeruak bersama bau tubuh tuamu...
Tatapan matamu seperti kitab yang memancarkan hikmat.
Sebenarnya, tak banyak momen yang aku dan kau ciptakan...
Kalaupun ada, kala itu memoriku belum cukup sempurna mengukirnya.
Tapi gambar-gambar di buku usang nan berdebu membingkai indah kasih sayangmu pada keturunan keduamu.
Kebahagiaan sempurna tersirat dalam senyummu saat menggendong bayi merah
yang belum sanggup membuka matanya.

Disampingmu, sedang tertidur seorang wanita yang garis wajah penuh cintanya sama persis denganmu.
Tergambar di sana, dengan kulitmu yang kian menebal diterpa cobaan dan tantangan, kau memeluk aku...
Dan mulutmu seperti sedang menggumamkan sesuatu..
Kata ibu, kau sedang bersenandung.. mengirimkan harapan-harapan.
Kala itu, aku belum mengenalmu...
Tapi dalam sekelebat ingat, indra pembauku telah menandaimu sebagai sosok yang tidak kenal menyerah membantuku berhenti menangisi hidup. 



Dulu aku tak mengerti mengapa aku harus berhenti menangis..
Ku pikir, sudah sepantasnya aku putus asa dengan dunia serba terang,
yang hanya membuatku silau dan tak sedap tidur.. 
Aku terheran-heran memandangi matamu yang tak bergeming dengan semua yang menyilaukan, seakan sepanjang hari seteduh senja. 
Tapi sekarang, di depan bingkai  kayu berisi gambar senyum indahmu, aku mulai memahami...
Siang dan malam bagian dari hari...
Hidup atau mati bukan untuk ditangisi... 
Dunia atau surga adalah anugerah ilahi..
Hidup bukan untuk dunia, mati bukan untuk surga..
Sesederhana  bersyukur kepada Sang Pemberi anugerah, sesederhana itu bergulir hidup dan mati..
Diteduhnya senja, senyummu membisik "Jangan menangis cucuku,, semua adalah anugerah!"


-januari 2012-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persinggahan yang berkelanjutan

I love you, but...

Tanah dan Hujan di saat Kemarau